Mahkamah Agung Tidak Peka

Advokat senior Todung Mulya Lubis menilai, Mahkamah Agung tidak peka terhadap kondisi sosial masyarakat dalam mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum perkara dugaan pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional yang menjerat Prita Mulyasari.   Kondisi masyarakat yang telah memiliki kesadaran tinggi serta menguasai penggunaan teknologi tidak dipertimbangkan sungguh-sungguh oleh MA. “Mahkamah Agung tidak peka terhadap perubahan-perubahan kesadaran publik yang begitu tinggi termasuk dalam menggunakan teknologi informasi yang betul-betul canggih,” kata Todung di Jakarta, Minggu (10/7/2011).

Seperti yang diberitakan, Mahkamah Agung pada 30 Juni mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap vonis bebas Prita yang diputuskan sekitar dua tahun lalu. Dengan demikian, Prita dinyatakan bersalah di tingkat kasasi dan terancam hukuman penjara enam bulan.

Terkait putusan tersebut, Todung menilai Prita tidaklah bersalah. Ibu tiga anak itu hanya mengkritik manajemen rumah sakit Omni melalui media online. “Menurut saya sah-sah saja, karena media itu kan terbuka untuk publik,” katanya.

Justru, lanjut Todung, dengan menghukum Prita menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik penegak hukum telah membungkam hak kritik warga negara. “Membungkam hak untuk melakukan koreksi,” ucapnya.

Karena itulah, menurut Todung, pihak Prita semestinya segera mengajukan peninjauan kembali (PK). Dia juga meminta agar MA dapat menunda eksekusi terhadap Prita yang kalah di tingkat kasasi itu. “Walaupun dalam hukum eksekusi tidak dapat ditunda walaupun PK diajukan, tetap menurut saya khusus kasus Prita harus ada kebijaksanaan dari MA,” ungkapnya.

Adapun tim hakim agung yang memutuskan perkara tersebut antara lain Zaharuddin Utama, Salman Luthan, dan Imam Harjadi. Putusan tersebut bernomor 822 K/PID.SUS 2010 atas kasus tindak pidana informasi elektronik. Sebelumnya, sekitar 2009 PN Tangerang memvonis bebas Prita karena tidak terbukti mencemarkan nama baik. Saat itu, Prita dituntut pidana penjara selama enam bulan.

Sementara untuk kasus perdatanya, MA memenangkan Prita dari RS Omni sehingga Prita bebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada RS Omni. Kasus Prita Mulyasari menuai perhatian publik. Berjuta simpati berdatangan kepada Prita saat RS Omni memperkarakan keluhan Prita terhadap pelayanan rumah sakit tersebut.

Prita dituduh mencemarkan nama baik Omni karena menuliskan keluhannya itu melalui surat elektronik yang kemudian menyebar di dunia maya. Dia lantas dituntut secara pidana maupun perdata. Sebagai bentuk simpati terhadap Prita, publik menggalang pengumpulan dana bertajuk “Koin untuk Prita” yang menghasilkan total sumbangan senilai Rp 825 juta.

Tinggalkan komentar

Filed under OPINI

Tinggalkan komentar